Sejarah kesehatan mental
Setelah Perang Dunia II, perhatian masyarakat mengenai kesehatan jiwa semakin bertambah. Kesehatan mental bukan suatu hal yang baru bagi peradaban manusia. Pepatah Yunani tentang mens sana in confore sano merupakan satu indikasi bahwa masyarakat di zaman sebelum masehi pun sudah memperhatikan betapa pentingnya aspek kesehatan mental.
Yang tercatat dalam sejarah ilmu, khususnya di bidang kesehatan mental, kita dapat memahami bahwa gangguan mental itu telah terjadi sejak awal peradaban manusia dan sekaligus telah ada upaya-upaya mengatasinya sejalan dengan peradaban. Untuk lebih lanjutnya, berikut dikemukakan secara singkat tentang sejarah perkembangan kesehatan mental.
1. Kesehatan itu sendiri adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan Mental yaitu gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera). Penyakit mental ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita (dan keluarganya).
Jika kedua difinisi tersebut digabungkan kesehatan mental yaitu dimana seseorang sanggup menikmati hidup ini, bisa diterima dikalangan masyarakat, menerimanya dan sanggup bersosialisasi terhadap lingkungan sekitarnya.
Jika dilihat dari sejarah perkembangan kesehatan mental semakin lama mengalamai perubahan setelah Perang Dunia II, perhatian masyarakat mengenai kesehatan jiwa semakin bertambah. Kesehatan mental bukan suatu hal yang baru bagi peradaban manusia gangguan mental itu telah terjadi sejak awal peradaban manusia dan sekaligus telah ada upaya-upaya mengatasinya sejalan dengan peradaban.
seperti ilmu psikologi yang mempelajari hidup kejiwaan manusia, dan memiliki usia sejak adanya manusia di dunia tidak berbeda dengan kesehatan mental hanya saja masalah dan cara penagannya berbeda pada saat itu.
Jaman dulu banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai penyakit mental, ada yang percaya bahwa penyakit mental disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena pengidap penyakit jiwa tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat sehingga para penderita penyakit mental dimasukkan dalam penjara-penjara di bawah tanah atau dihukum dan diikat dengan rantai besi.
Namun seiring jaman yang semakin maju dan perkembangan ilmu pengetahuan Philippe Pinel di Perancis dan William Tuke dari Inggris, mengadakan perbaikan dalam menanggulangi orang-orang yang terganggu mentalnya ini. Lalu mereka dikenal dengan masa masa pra ilmiah karena hanya usaha dan praksis yang mereka lakukan tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan.
Dan selanjutnya adalah masa ilmiah, dimana tidak hanya praksis yang dilakukan tetapi berbagai teori mengenai kesehatan mental dikemukakan.
Dan banyak tokoh mengenai perkembangan sejarah kesehatan mental seperti :
1. Dorothea Dix merupakan seorang pionir wanita dalam usaha-usaha kemanusiaan berasal dari Amerika.
2. Clifford Whittingham Beers (1876-1943). karena Beers pernah sakit mental dan dirawat selama dua tahun dalam beberapa rumah sakit jiwa. Ia mengalami sendiri betapa kejam dan kerasnya perlakuan saat di rumah sakit jiwa.
Serta beers menulis buku yang berjudul ”A Mind That Found Itself”
melontarkan tuduhan-tuduhan terhadap tindakan-tindakan kejam dan tidak berperi kemanusiaan, Beers menyarankan program-program perbaikan yang definitif pada cara pemeliharaan dan cara penyembuhan bagi penderita gangguan mental dan menyusun suatu program yang beriisikan :
1. Perbaikan dalam metode pemeliharaan dan penyembuhan para penderita mental.
2. Kampanye memberikan informasi-informasi agar orang mau bersikap lebih inteligen dan lebih human atau berperikemanusiaan terhadap para penderita penyakit emosi dan mental.
3. Memperbanyak riset untuk menyelidiki sebab-musabab timbulnya penyakit mental dan mengembangkan terapi penyembuhannya.
4. Memperbesar usaha-usaha edukatif dan penerangan guna mencegah timbulnya penyakit mental dan gangguan-gangguan emosi.
Para psikolog besar sangat terkesan oleh Beers termasuk William James dan Adolf Meyer. Pada akhirnya Adolf Meyer menyarankan agar ”Mental Hygiene” dipopulerkan sebagai satu gerakan kemanusiaan. Dan pada tahun 1908 terbentuklah organisasi Connectitude Society for Mental Hygiene. Lalu pada tahun 1909 berdirilah The National Committee for Mental Hygiene, dimana Beers sendiri duduk di dalamnya hingga akhir hayatnya.
Dasar dan Tujuan Mempelajari Kesehatan Mental
Ketenangan hidup, ketentraman jiwa atau kebahagiaan batin, tidak tergantung kepada faktor-faktor luar seperti keadaan sosial, ekonomi, politik, adat kebiasaan dsb. akan tetapi lebih tergantung dari cara dan sikap menghadapi faktor-faktor tersebut.
Serta pemahaman terhadap kesehatan mental itu sendiri yaitu untuk memestikan akan pengetahuan tentang konsep dasar kesehatan mental, yaitu motivasi (motivation), pertarungan psikologikal (psychologgical conflict), kerisauan (anciety), dan cara membela diri.
Mempelajari kesehatan pada berbagai ilmu itu pada prinsipnya bertujuan sebagai berikut:
1. Memahami makna kesehatan mental dan faktor-faktor penyebabnya.
2. Memahami pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penanganan kesehatan mental.
3. Memiliki kemampuan dasar dalam usaha peningkatan dan pencegahan kesehatan mental masayarakat.
4. Meningkatkan kesehatan mental masyarakat dan mengurangi timbulnya gangguan mental masyarakat.
Konsep sehat
Konsep Sehat merupakan suatu keadaan yang dinamis dimanaindividu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal ( psikologis,intelektua, spiritual dan penyakit
) dan eksternal (lingkungan fisik, social, dan ekonomi)
Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi jugameliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual.Menurut
WHO (1947)
Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO,1947).Definisi WHO tentang sehat mempunyui karakteristik berikut yang dapat meningkatkankonsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994):1. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal.3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.
UU No.23,1992
tentang Kesehatan menyatakan bahwa:
Kesehatan adalah keadaan sejahteradari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi
. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.Dalam
Keempat dimensi kesehatan tersebut saling mempengaruhi dalammewujudkan tingkat kesehatan seseorang :
1. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluhsakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampaksakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalamigangguan.
2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran,emosional, dan spiritual.
• Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
• Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untukmengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dansebagainya.
•Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikanrasa syukur, pujian, kepercayaan.
3. Kesehatan sosial
terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras,suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dansebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
4. Kesehatan dari aspek ekonomi
terlihat bila seseorang (dewasa)produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang
menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial.
Kepribadian sehat
Dalam psikologi dikenal berbagai macam mazhab dengan teorinya yang berbeda-beda, begitu juga dengan pengertian kepribadian sehat berbeda-beda pada tiap mazhab.
A. Menurut Psikoanalisa:
Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freuddan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia.
Aliran psikoanalisa melihat manusia dari sisi negatif, alam bawah sadar (id, ego, super ego), mimpi dan masa lalu. Aliran ini mengabaikan Potensi yang dimiliki oleh manusia. Manusia pada dasarnya ditentukan oleh energi psikis dan pengalaman-pengalaman dini.
Kepribadian yang normal (sehat).
1) Kepribadian yang sehat menurut Freud adalah jika individu bergerak menurut pola perkembangan yang ilmiah.
2) Kepribadian sehat adalah Hasil dari belajar dalam mengatasi tekanan dan kecemasan.
3) Kesehatan mental yang baik adalah hasil dari keseimbangan antara kinerja super ego terhadap id dan ego. (Prayitno, dalam Ifdil)
B. Menurut Behaviorisme:
Behaviorisme muncul sebagai kritik lebih lanjut dari strukturalisme Wundt. Meskipun didasari pandangan dan studi ilmiah dari Rusia, aliran ini berkembang di AS, merupakan lanjutan dari fungsionalisme.
Aliran behaviorisme memperlakukan manusia sebagai mesin, yaitu di dalam suatu system kompleks yang bertigkah laku menurut cara-cara yang sesuai dengan hukum. Dalam pandangan kaum behavioris, individu digambarkan sebagai suatu organisme yang bersifat baik, teratur, dan ditentukan sebelumnya, dengan banyak spontanitas, kegembiraan hidup, berkreativitas, seperti alat pengatur panas.
Prinsip dasar behaviorisme:
1) Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari jiwa atau mental yang abstrak
2) Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah pseudo problem untuk sciene, harus dihindari.
3) Penganjur utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah satu-satunya subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.
4) Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini dikembangkan lagi oleh para behaviorist dengan memperluas ruang lingkup studi behaviorisme dan akhirnya pandangan behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan faktor-faktor internal juga, meskipun fokus pada overt behavior tetap terjadi.
5) Aliran behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol dan bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.
6) Banyak ahli (a.l. Lundin, 1991 dan Leahey, 1991) membagi behaviorisme ke dalam dua periode, yaitu behaviorisme awal dan yang lebih belakangan.
C. ORANG YANG MATANG (MODEL ALLPORT)
Pendekatan Allport Terhadap Kepribadian
Orang tua Allport menekankan pentingnya kerja keras dan kesalehan, dan mereka membentukanya dengan suasana aman dan kasih sayang, oleh karena Allport lebih optimis tentang kodrat manusia daripada Freud. Dia memperlihatkan suatu keharuan yang luar biasa terhadap manusia karena sifat-sifatnya yang tampaknya bersumber pada masa kanak-kanaknya.
Gambaran kodrat manusia menurut Allport adalah positif, penuh harapan, dan menyanjung-nyanjung. Salah satu pendekatan yang berguna terhadap pemahaman segi pandangan psikologis Allport adalah mengemukakan tema-tema pokok dari teorinya tentang kepribadian dan menunjukkan bagaimana tema-tema itu berbeda dari apa yang terdapat pada Freud.
Menurut Allport kepribadian-kepribadian yang matang tidak dikontrol oleh trauma-trauma dan konflik-konflik masa kanak-kanak. Orang-orang yang neurotis terikat atau terjalin erat pada pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak, tetapi orang-orang yang sehat bebas dari paksaan-paksaan masa lampau. Pandangan orang sehat adalah ke depan, kepada peristiwa-peristiwa kontemporer dan peristiwa-peristiwa yang akan datang dan tidak mundur kembali kepada peristiwa-peristiwa masa kanan-kanak. Segi pandang yang sehat ini memberi jauh lebih banyak kebebasan dalam memilih dan bertindak.
Karena Allport mengetahui perbedaan-perbedaan antara manusia yang neurotis dan manusia yang sehat ini, maka dia lebih suka mempelajari hanya orang-orang dewasa yang matang dan kerena itu sistem dari Allport hanya berorientasi pada kesehatan.
• Motivasi pada Pribadi yang Sehat
Allport percaya bahwa masalah yang sangat penting bagi para ahli psikologi yang memperlajari kepribadian ialah usaha untuk menerangkan motivasi. Menurut Allport, motif-motif seorang dewasa bukan perpanjangan atau perluasan motif-motif masa kanak-kanak. Motif-motif orang dewasa secara fungsional otonom terhadap masa kanak-kanak , yakni motif-motif itu tidak tergantung pada keadaan-keadaan asli.
“Kodrat intensional” (intentional nature) kepribadian sehat (perjuangan ke arah masa depan) mempersatukan dan mengintegrasikan seluruh kepribadian. Kendati mungkin seseorang ditimpa oleh masalah-masalah dan konflik-konflik (dan bahkan kepribadian yang sehat tidak sama sekali bebas dari masalah-masalah), kepribadiannya dalam arti tertentu dapat menjadi utuh dengan mengintegrasikan semua seginya untuk mencapai tujuan-tujuan dan intensi-intensi.
Manusia yang sehat memiliki kebutuhan terus-menerus akan variasi, sensasi dan tantangan-tantangan baru. Mereka tidak suka akan hal yang rutin dan mencari pengalaman baru. Mereka mengambil resiko, berspekulasi dan menyelidiki hal baru. Allport percaya melalui pengalaman dan resiko yang yang menimbulkan tegangan ini, manusia dapat tumbuh.
• Kriteria Kepribadian yang Matang
Tujuh kriteria kematangan ini merupakan pandangan-pandangan Allport tentang sifat-sifat khusus dari kepribadian sehat.
1. Perluasan Perasaan Diri
Ketika diri berkembang maka diri itu meluas menjangkau banyak orang dan benda. Pertama, diri berpusat pada individu, kemudian ketika lingkaran pengalaman bertumbuh maka diri bertambah luas meliputi nilai-nilai dan cita-cita yang abstrak. Ketika orang berkembang menjadi matang maka, dia mengembangkan perhatian-perhatian diluar diri. Akan tetapi tidak cukup hanya berinteraksi dengan sesuatu atau seseorang diluar dirinya oleh karena itu, orang harus menjadi partisipan yang langsung dan penuh.
Semakin seseorang terlibat sepenuhnya dengan berbagai aktifitas atau orang atau ide, maka semakin juga dia akan sehat secara psikologis. Diri akan menjadi tertanam dalam aktifitas yang penuh arti dan aktifitas ini menjadi perluasan perasaan diri.
2. Hubungan Diri yang Hangat dengan Orang-orang Lain
Allport membedakan 2 macam kehangatan dalam hubungan dengan orang-orang lain yaitu, kapasitas untuk keintiman dan kapasitas untuk perasaan terharu.
Orang yang sehat secara psikologis mampu memperlihatkan keintiman (cinta) terhadap orang tua, anak, partner, dan teman akrab. Syarat lain bagi kapasitas untuk keintiman ialah suatu perasaan identitas diri yang berkembang dengan baik.
Hubungan cinta dari orang-orang yang neurotis dengan hubungan cinta dari kepribadian-kepribadian yang sehat mempunyai perbedaan. Orang yang neurotis harus menerima cinta jauh lebih banyak dari pada kemampuan mereka untuk memberinya. Cinta dari orang yang sehat adalah tanpa syarat, tidak melumpuhkan atau mengikat.
Tipe kehangatan yang kedua, perasaan terharu adalah suatu pemahaman tentang kondisi dasar perasaan kekeluargaan dengan semua bangsa. Orang yang sehat memiliki kapasitas untuk memahami kesakitan-kesakitan, penderitaan-penderitaan, dan kegagalan-kegagalan yang merupakan ciri kehidupan manusia. Orang yang matang sabar terhadap tingkah laku orang-orang lain dan tidak mengadili atau menghukumnya. Orang yang sehat mengakui kelemahan manusia dan mengetahui bahwa dia memiliki kelemahan yang sama. Akan tetapi orang neurotis tidak sabar dan tidak mampu memahami sifat universal dari pengalaman-pengalaman dasar manusia.
3. Keamanan emosional
Kualitas utama dari kepribadian yang sehat adalah penerimaan diri. Kepribadian yang sehat menerima semua segi yang ada dari mereka, termasuk kelemahan dan kekurangan secara pasif pada kelemahan dan kekurangan tersebut, mereka juga mampu menerima emosi-emosi manusia dan tidak bersembunyi dari emosi itu, dan mengontrol emosi-emosi mereka sehingga emosi ini tidak mengganggu aktivitas antar pribadi. Akan tetapi orang neurotis menyerah pada emosi apa saja yang dominan pada saat itu. Berkali-kali memperlihatkan kemarahan atau kebencian walaupun perasaan ini mungkin tidak tepat.
Orang yang sehat mampu hidup dengan inti dan segi-segi lain dalam kodrat manusia, dengan sedikit konflik dalam diri mereka atau dengan masyarakat. Kualitas lain dari keamanan emosional ialah “sabar terhadap kekecewaan”. Hal ini menunjukan bagaimana seseorang bereaksi terhadap tekanan dan hambatan dari kemauan dan keinginan. Orang yang sehat sabar menghadapi kemunduran, mereka tidak menyerahkan diri pada kekecewaan, tetapi mampu memikirkan cara yang berbeda dan tidak bebas dari perasaan-perasaan tidak aman dan ketakutan-ketakutan, tetapi mereka merasa kurang terancam dan dapat menanggulangi perasaan tersebut dengan lebih baik dari pada orang yang neurotis.
4. Persepsi Realistis
Orang yang sehat memandang dunia mereka secara objektif. Sebaliknya, orang yang neurotis kerap kali harus mengubah realitas supaya membuatnya sesuai dengan keinginan-keinginan, kebutuhan-kebutuhan dan ketakutan-ketakutan mereka sendiri. Mereka tidak perlu percaya bahwa orang lain atau situasi semuanya jahat atau baik menurut suatu prasangka pribadi terhadap realitas. Mereka menerima realitas sebagaimana adanya.
5. Ketrampilan-ketrampilan dan Tugas-tugas
Allport menekankan pentingnya pekerjaan dan perlunya meneggelamkan diri sendiri didalamnya. Keberhasilan dalam pekerjaan menunjukan perkembangan ketrampilan dan bakat tertentu (suatu tingkat kemampuan). Allport juga mengemukakan ada kemungkinan bahwa orang-orang yang memiliki ketrampilan menjadi neurotis. Akan tetapi tidak mungkin menemukan orang yang sehat dan matang yang tidak mengarahkan ketrampilan mereka pada pekerjaan mereka.
Komitmen dalam orang sehat begitu kuat sehingga mereka sanggup menenggelamkan semua pertahanan yang berhubungan dengan ego dan dorongan (seperti kebanggaan) ketika mereka terbenam dalam pekerjaan mereka. Pekerjaan ini ada hubungannya dengan tanggung jawab dan kelangsungan hidup yang positif. Pekerjaan dan tanggung jawab memberikan arti dan perasaan kontinuitas untuk hidup. Tidak mungkin mencapai kematangan dan kesahatan psikologis yang positif tanpa melakukan pekerjaan yang penting dan melakukannya dengan dedikasi, komitmen, dan keterampilan-keterampilan.
6. Pemahaman Diri
Usaha untuk mengetahui diri secara objektif mulai pada awal kehidupan dan tidak akan pernah berhenti tetapi ada kemungkinan mencapai suatu tingkat pemahaman diri tertentu yang berguna dalam setiap usia. Orang yang memiliki suatu tingkat pemahaman diri yang tinggi atau wawasan diri tidak mungkin memproyeksikan kualitas-kualitas pribadinya yang negative kepada orang lain. Orang yang memiliki wawasan diri yang lebih baik adalah lebih cerdas dari pada orang yang memiliki wawasan diri yang kurang.
Daftar Pustaka
Semiun, Yustinus . 2006 . Kesehatan Mental . Yogyakarta : Kanisius
Sutardjo A. Wiraminardja.2010.Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung : Refika aditama
Siswanto,Spsi.2007.Kesehatan Mental.Yogyakarta : Andi
Shultz, Duane. 1991. Pertumbuhan Model-Model Kepribadian Sehat. Yogyakarta : Kanisius
Senin, 19 Maret 2012
konsep sehat dan dimensinya
Konsep Sehat merupakan suatu keadaan yang dinamis dimanaindividu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal ( psikologis,intelektua, spiritual dan penyakit
) dan eksternal (lingkungan fisik, social, dan ekonomi)
Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi jugameliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual.Menurut
WHO (1947)
Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO,1947).Definisi WHO tentang sehat mempunyui karakteristik berikut yang dapat meningkatkankonsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994):1. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal.3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.
UU No.23,1992
tentang Kesehatan menyatakan bahwa:
Kesehatan adalah keadaan sejahteradari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi
. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.Dalam
Keempat dimensi kesehatan tersebut saling mempengaruhi dalammewujudkan tingkat kesehatan seseorang :
1. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluhsakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampaksakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalamigangguan.
2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran,emosional, dan spiritual.
• Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
• Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untukmengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dansebagainya.
•Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikanrasa syukur, pujian, kepercayaan.
3. Kesehatan sosial
terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras,suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dansebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
4. Kesehatan dari aspek ekonomi
terlihat bila seseorang (dewasa)produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang
menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial.
Daftar putaka
Daftar Pustaka
Sutardjo A. Wiraminardja.2010.Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung : Refika aditama
Semioun, yustinus.2006. Kesehatan Mental 1.Yogyakarta : Kanisius
) dan eksternal (lingkungan fisik, social, dan ekonomi)
Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi jugameliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual.Menurut
WHO (1947)
Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO,1947).Definisi WHO tentang sehat mempunyui karakteristik berikut yang dapat meningkatkankonsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994):1. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal.3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.
UU No.23,1992
tentang Kesehatan menyatakan bahwa:
Kesehatan adalah keadaan sejahteradari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi
. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.Dalam
Keempat dimensi kesehatan tersebut saling mempengaruhi dalammewujudkan tingkat kesehatan seseorang :
1. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluhsakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampaksakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalamigangguan.
2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran,emosional, dan spiritual.
• Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
• Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untukmengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dansebagainya.
•Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikanrasa syukur, pujian, kepercayaan.
3. Kesehatan sosial
terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras,suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dansebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
4. Kesehatan dari aspek ekonomi
terlihat bila seseorang (dewasa)produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang
menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial.
Daftar putaka
Daftar Pustaka
Sutardjo A. Wiraminardja.2010.Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung : Refika aditama
Semioun, yustinus.2006. Kesehatan Mental 1.Yogyakarta : Kanisius
Minggu, 18 Maret 2012
Kepribadian sehat
Kepribadian sehat
Dalam psikologi dikenal berbagai macam mazhab dengan teorinya yang berbeda-beda, begitu juga dengan pengertian kepribadian sehat berbeda-beda pada tiap mazhab.
A. Menurut Psikoanalisa:
Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freuddan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia.
Aliran psikoanalisa melihat manusia dari sisi negatif, alam bawah sadar (id, ego, super ego), mimpi dan masa lalu. Aliran ini mengabaikan Potensi yang dimiliki oleh manusia. Manusia pada dasarnya ditentukan oleh energi psikis dan pengalaman-pengalaman dini.
Kepribadian yang normal (sehat).
1) Kepribadian yang sehat menurut Freud adalah jika individu bergerak menurut pola perkembangan yang ilmiah.
2) Kepribadian sehat adalah Hasil dari belajar dalam mengatasi tekanan dan kecemasan.
3) Kesehatan mental yang baik adalah hasil dari keseimbangan antara kinerja super ego terhadap id dan ego. (Prayitno, dalam Ifdil)
B. Menurut Behaviorisme:
Behaviorisme muncul sebagai kritik lebih lanjut dari strukturalisme Wundt. Meskipun didasari pandangan dan studi ilmiah dari Rusia, aliran ini berkembang di AS, merupakan lanjutan dari fungsionalisme.
Aliran behaviorisme memperlakukan manusia sebagai mesin, yaitu di dalam suatu system kompleks yang bertigkah laku menurut cara-cara yang sesuai dengan hukum. Dalam pandangan kaum behavioris, individu digambarkan sebagai suatu organisme yang bersifat baik, teratur, dan ditentukan sebelumnya, dengan banyak spontanitas, kegembiraan hidup, berkreativitas, seperti alat pengatur panas.
Prinsip dasar behaviorisme:
1) Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari jiwa atau mental yang abstrak
2) Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah pseudo problem untuk sciene, harus dihindari.
3) Penganjur utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah satu-satunya subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.
4) Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini dikembangkan lagi oleh para behaviorist dengan memperluas ruang lingkup studi behaviorisme dan akhirnya pandangan behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan faktor-faktor internal juga, meskipun fokus pada overt behavior tetap terjadi.
5) Aliran behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol dan bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.
6) Banyak ahli (a.l. Lundin, 1991 dan Leahey, 1991) membagi behaviorisme ke dalam dua periode, yaitu behaviorisme awal dan yang lebih belakangan.
C. ORANG YANG MATANG (MODEL ALLPORT)
Pendekatan Allport Terhadap Kepribadian
Orang tua Allport menekankan pentingnya kerja keras dan kesalehan, dan mereka membentukanya dengan suasana aman dan kasih sayang, oleh karena Allport lebih optimis tentang kodrat manusia daripada Freud. Dia memperlihatkan suatu keharuan yang luar biasa terhadap manusia karena sifat-sifatnya yang tampaknya bersumber pada masa kanak-kanaknya.
Gambaran kodrat manusia menurut Allport adalah positif, penuh harapan, dan menyanjung-nyanjung. Salah satu pendekatan yang berguna terhadap pemahaman segi pandangan psikologis Allport adalah mengemukakan tema-tema pokok dari teorinya tentang kepribadian dan menunjukkan bagaimana tema-tema itu berbeda dari apa yang terdapat pada Freud.
Menurut Allport kepribadian-kepribadian yang matang tidak dikontrol oleh trauma-trauma dan konflik-konflik masa kanak-kanak. Orang-orang yang neurotis terikat atau terjalin erat pada pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak, tetapi orang-orang yang sehat bebas dari paksaan-paksaan masa lampau. Pandangan orang sehat adalah ke depan, kepada peristiwa-peristiwa kontemporer dan peristiwa-peristiwa yang akan datang dan tidak mundur kembali kepada peristiwa-peristiwa masa kanan-kanak. Segi pandang yang sehat ini memberi jauh lebih banyak kebebasan dalam memilih dan bertindak.
Karena Allport mengetahui perbedaan-perbedaan antara manusia yang neurotis dan manusia yang sehat ini, maka dia lebih suka mempelajari hanya orang-orang dewasa yang matang dan kerena itu sistem dari Allport hanya berorientasi pada kesehatan.
• Motivasi pada Pribadi yang Sehat
Allport percaya bahwa masalah yang sangat penting bagi para ahli psikologi yang memperlajari kepribadian ialah usaha untuk menerangkan motivasi. Menurut Allport, motif-motif seorang dewasa bukan perpanjangan atau perluasan motif-motif masa kanak-kanak. Motif-motif orang dewasa secara fungsional otonom terhadap masa kanak-kanak , yakni motif-motif itu tidak tergantung pada keadaan-keadaan asli.
“Kodrat intensional” (intentional nature) kepribadian sehat (perjuangan ke arah masa depan) mempersatukan dan mengintegrasikan seluruh kepribadian. Kendati mungkin seseorang ditimpa oleh masalah-masalah dan konflik-konflik (dan bahkan kepribadian yang sehat tidak sama sekali bebas dari masalah-masalah), kepribadiannya dalam arti tertentu dapat menjadi utuh dengan mengintegrasikan semua seginya untuk mencapai tujuan-tujuan dan intensi-intensi.
Manusia yang sehat memiliki kebutuhan terus-menerus akan variasi, sensasi dan tantangan-tantangan baru. Mereka tidak suka akan hal yang rutin dan mencari pengalaman baru. Mereka mengambil resiko, berspekulasi dan menyelidiki hal baru. Allport percaya melalui pengalaman dan resiko yang yang menimbulkan tegangan ini, manusia dapat tumbuh.
• Kriteria Kepribadian yang Matang
Tujuh kriteria kematangan ini merupakan pandangan-pandangan Allport tentang sifat-sifat khusus dari kepribadian sehat.
1. Perluasan Perasaan Diri
Ketika diri berkembang maka diri itu meluas menjangkau banyak orang dan benda. Pertama, diri berpusat pada individu, kemudian ketika lingkaran pengalaman bertumbuh maka diri bertambah luas meliputi nilai-nilai dan cita-cita yang abstrak. Ketika orang berkembang menjadi matang maka, dia mengembangkan perhatian-perhatian diluar diri. Akan tetapi tidak cukup hanya berinteraksi dengan sesuatu atau seseorang diluar dirinya oleh karena itu, orang harus menjadi partisipan yang langsung dan penuh.
Semakin seseorang terlibat sepenuhnya dengan berbagai aktifitas atau orang atau ide, maka semakin juga dia akan sehat secara psikologis. Diri akan menjadi tertanam dalam aktifitas yang penuh arti dan aktifitas ini menjadi perluasan perasaan diri.
2. Hubungan Diri yang Hangat dengan Orang-orang Lain
Allport membedakan 2 macam kehangatan dalam hubungan dengan orang-orang lain yaitu, kapasitas untuk keintiman dan kapasitas untuk perasaan terharu.
Orang yang sehat secara psikologis mampu memperlihatkan keintiman (cinta) terhadap orang tua, anak, partner, dan teman akrab. Syarat lain bagi kapasitas untuk keintiman ialah suatu perasaan identitas diri yang berkembang dengan baik.
Hubungan cinta dari orang-orang yang neurotis dengan hubungan cinta dari kepribadian-kepribadian yang sehat mempunyai perbedaan. Orang yang neurotis harus menerima cinta jauh lebih banyak dari pada kemampuan mereka untuk memberinya. Cinta dari orang yang sehat adalah tanpa syarat, tidak melumpuhkan atau mengikat.
Tipe kehangatan yang kedua, perasaan terharu adalah suatu pemahaman tentang kondisi dasar perasaan kekeluargaan dengan semua bangsa. Orang yang sehat memiliki kapasitas untuk memahami kesakitan-kesakitan, penderitaan-penderitaan, dan kegagalan-kegagalan yang merupakan ciri kehidupan manusia. Orang yang matang sabar terhadap tingkah laku orang-orang lain dan tidak mengadili atau menghukumnya. Orang yang sehat mengakui kelemahan manusia dan mengetahui bahwa dia memiliki kelemahan yang sama. Akan tetapi orang neurotis tidak sabar dan tidak mampu memahami sifat universal dari pengalaman-pengalaman dasar manusia.
3. Keamanan emosional
Kualitas utama dari kepribadian yang sehat adalah penerimaan diri. Kepribadian yang sehat menerima semua segi yang ada dari mereka, termasuk kelemahan dan kekurangan secara pasif pada kelemahan dan kekurangan tersebut, mereka juga mampu menerima emosi-emosi manusia dan tidak bersembunyi dari emosi itu, dan mengontrol emosi-emosi mereka sehingga emosi ini tidak mengganggu aktivitas antar pribadi. Akan tetapi orang neurotis menyerah pada emosi apa saja yang dominan pada saat itu. Berkali-kali memperlihatkan kemarahan atau kebencian walaupun perasaan ini mungkin tidak tepat.
Orang yang sehat mampu hidup dengan inti dan segi-segi lain dalam kodrat manusia, dengan sedikit konflik dalam diri mereka atau dengan masyarakat. Kualitas lain dari keamanan emosional ialah “sabar terhadap kekecewaan”. Hal ini menunjukan bagaimana seseorang bereaksi terhadap tekanan dan hambatan dari kemauan dan keinginan. Orang yang sehat sabar menghadapi kemunduran, mereka tidak menyerahkan diri pada kekecewaan, tetapi mampu memikirkan cara yang berbeda dan tidak bebas dari perasaan-perasaan tidak aman dan ketakutan-ketakutan, tetapi mereka merasa kurang terancam dan dapat menanggulangi perasaan tersebut dengan lebih baik dari pada orang yang neurotis.
4. Persepsi Realistis
Orang yang sehat memandang dunia mereka secara objektif. Sebaliknya, orang yang neurotis kerap kali harus mengubah realitas supaya membuatnya sesuai dengan keinginan-keinginan, kebutuhan-kebutuhan dan ketakutan-ketakutan mereka sendiri. Mereka tidak perlu percaya bahwa orang lain atau situasi semuanya jahat atau baik menurut suatu prasangka pribadi terhadap realitas. Mereka menerima realitas sebagaimana adanya.
5. Ketrampilan-ketrampilan dan Tugas-tugas
Allport menekankan pentingnya pekerjaan dan perlunya meneggelamkan diri sendiri didalamnya. Keberhasilan dalam pekerjaan menunjukan perkembangan ketrampilan dan bakat tertentu (suatu tingkat kemampuan). Allport juga mengemukakan ada kemungkinan bahwa orang-orang yang memiliki ketrampilan menjadi neurotis. Akan tetapi tidak mungkin menemukan orang yang sehat dan matang yang tidak mengarahkan ketrampilan mereka pada pekerjaan mereka.
Komitmen dalam orang sehat begitu kuat sehingga mereka sanggup menenggelamkan semua pertahanan yang berhubungan dengan ego dan dorongan (seperti kebanggaan) ketika mereka terbenam dalam pekerjaan mereka. Pekerjaan ini ada hubungannya dengan tanggung jawab dan kelangsungan hidup yang positif. Pekerjaan dan tanggung jawab memberikan arti dan perasaan kontinuitas untuk hidup. Tidak mungkin mencapai kematangan dan kesahatan psikologis yang positif tanpa melakukan pekerjaan yang penting dan melakukannya dengan dedikasi, komitmen, dan keterampilan-keterampilan.
6. Pemahaman Diri
Usaha untuk mengetahui diri secara objektif mulai pada awal kehidupan dan tidak akan pernah berhenti tetapi ada kemungkinan mencapai suatu tingkat pemahaman diri tertentu yang berguna dalam setiap usia. Orang yang memiliki suatu tingkat pemahaman diri yang tinggi atau wawasan diri tidak mungkin memproyeksikan kualitas-kualitas pribadinya yang negative kepada orang lain. Orang yang memiliki wawasan diri yang lebih baik adalah lebih cerdas dari pada orang yang memiliki wawasan diri yang kurang.
DAFTAR PUSTAKA
Shultz, Duane. 1991. Pertumbuhan Model-Model Kepribadian Sehat. Yogyakarta : Kanisius
Siswanto, S.Psi . 2007. Kesehatan Mental .Yogyakarta : Andi
Dalam psikologi dikenal berbagai macam mazhab dengan teorinya yang berbeda-beda, begitu juga dengan pengertian kepribadian sehat berbeda-beda pada tiap mazhab.
A. Menurut Psikoanalisa:
Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freuddan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia.
Aliran psikoanalisa melihat manusia dari sisi negatif, alam bawah sadar (id, ego, super ego), mimpi dan masa lalu. Aliran ini mengabaikan Potensi yang dimiliki oleh manusia. Manusia pada dasarnya ditentukan oleh energi psikis dan pengalaman-pengalaman dini.
Kepribadian yang normal (sehat).
1) Kepribadian yang sehat menurut Freud adalah jika individu bergerak menurut pola perkembangan yang ilmiah.
2) Kepribadian sehat adalah Hasil dari belajar dalam mengatasi tekanan dan kecemasan.
3) Kesehatan mental yang baik adalah hasil dari keseimbangan antara kinerja super ego terhadap id dan ego. (Prayitno, dalam Ifdil)
B. Menurut Behaviorisme:
Behaviorisme muncul sebagai kritik lebih lanjut dari strukturalisme Wundt. Meskipun didasari pandangan dan studi ilmiah dari Rusia, aliran ini berkembang di AS, merupakan lanjutan dari fungsionalisme.
Aliran behaviorisme memperlakukan manusia sebagai mesin, yaitu di dalam suatu system kompleks yang bertigkah laku menurut cara-cara yang sesuai dengan hukum. Dalam pandangan kaum behavioris, individu digambarkan sebagai suatu organisme yang bersifat baik, teratur, dan ditentukan sebelumnya, dengan banyak spontanitas, kegembiraan hidup, berkreativitas, seperti alat pengatur panas.
Prinsip dasar behaviorisme:
1) Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari jiwa atau mental yang abstrak
2) Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah pseudo problem untuk sciene, harus dihindari.
3) Penganjur utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah satu-satunya subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.
4) Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini dikembangkan lagi oleh para behaviorist dengan memperluas ruang lingkup studi behaviorisme dan akhirnya pandangan behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan faktor-faktor internal juga, meskipun fokus pada overt behavior tetap terjadi.
5) Aliran behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol dan bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.
6) Banyak ahli (a.l. Lundin, 1991 dan Leahey, 1991) membagi behaviorisme ke dalam dua periode, yaitu behaviorisme awal dan yang lebih belakangan.
C. ORANG YANG MATANG (MODEL ALLPORT)
Pendekatan Allport Terhadap Kepribadian
Orang tua Allport menekankan pentingnya kerja keras dan kesalehan, dan mereka membentukanya dengan suasana aman dan kasih sayang, oleh karena Allport lebih optimis tentang kodrat manusia daripada Freud. Dia memperlihatkan suatu keharuan yang luar biasa terhadap manusia karena sifat-sifatnya yang tampaknya bersumber pada masa kanak-kanaknya.
Gambaran kodrat manusia menurut Allport adalah positif, penuh harapan, dan menyanjung-nyanjung. Salah satu pendekatan yang berguna terhadap pemahaman segi pandangan psikologis Allport adalah mengemukakan tema-tema pokok dari teorinya tentang kepribadian dan menunjukkan bagaimana tema-tema itu berbeda dari apa yang terdapat pada Freud.
Menurut Allport kepribadian-kepribadian yang matang tidak dikontrol oleh trauma-trauma dan konflik-konflik masa kanak-kanak. Orang-orang yang neurotis terikat atau terjalin erat pada pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak, tetapi orang-orang yang sehat bebas dari paksaan-paksaan masa lampau. Pandangan orang sehat adalah ke depan, kepada peristiwa-peristiwa kontemporer dan peristiwa-peristiwa yang akan datang dan tidak mundur kembali kepada peristiwa-peristiwa masa kanan-kanak. Segi pandang yang sehat ini memberi jauh lebih banyak kebebasan dalam memilih dan bertindak.
Karena Allport mengetahui perbedaan-perbedaan antara manusia yang neurotis dan manusia yang sehat ini, maka dia lebih suka mempelajari hanya orang-orang dewasa yang matang dan kerena itu sistem dari Allport hanya berorientasi pada kesehatan.
• Motivasi pada Pribadi yang Sehat
Allport percaya bahwa masalah yang sangat penting bagi para ahli psikologi yang memperlajari kepribadian ialah usaha untuk menerangkan motivasi. Menurut Allport, motif-motif seorang dewasa bukan perpanjangan atau perluasan motif-motif masa kanak-kanak. Motif-motif orang dewasa secara fungsional otonom terhadap masa kanak-kanak , yakni motif-motif itu tidak tergantung pada keadaan-keadaan asli.
“Kodrat intensional” (intentional nature) kepribadian sehat (perjuangan ke arah masa depan) mempersatukan dan mengintegrasikan seluruh kepribadian. Kendati mungkin seseorang ditimpa oleh masalah-masalah dan konflik-konflik (dan bahkan kepribadian yang sehat tidak sama sekali bebas dari masalah-masalah), kepribadiannya dalam arti tertentu dapat menjadi utuh dengan mengintegrasikan semua seginya untuk mencapai tujuan-tujuan dan intensi-intensi.
Manusia yang sehat memiliki kebutuhan terus-menerus akan variasi, sensasi dan tantangan-tantangan baru. Mereka tidak suka akan hal yang rutin dan mencari pengalaman baru. Mereka mengambil resiko, berspekulasi dan menyelidiki hal baru. Allport percaya melalui pengalaman dan resiko yang yang menimbulkan tegangan ini, manusia dapat tumbuh.
• Kriteria Kepribadian yang Matang
Tujuh kriteria kematangan ini merupakan pandangan-pandangan Allport tentang sifat-sifat khusus dari kepribadian sehat.
1. Perluasan Perasaan Diri
Ketika diri berkembang maka diri itu meluas menjangkau banyak orang dan benda. Pertama, diri berpusat pada individu, kemudian ketika lingkaran pengalaman bertumbuh maka diri bertambah luas meliputi nilai-nilai dan cita-cita yang abstrak. Ketika orang berkembang menjadi matang maka, dia mengembangkan perhatian-perhatian diluar diri. Akan tetapi tidak cukup hanya berinteraksi dengan sesuatu atau seseorang diluar dirinya oleh karena itu, orang harus menjadi partisipan yang langsung dan penuh.
Semakin seseorang terlibat sepenuhnya dengan berbagai aktifitas atau orang atau ide, maka semakin juga dia akan sehat secara psikologis. Diri akan menjadi tertanam dalam aktifitas yang penuh arti dan aktifitas ini menjadi perluasan perasaan diri.
2. Hubungan Diri yang Hangat dengan Orang-orang Lain
Allport membedakan 2 macam kehangatan dalam hubungan dengan orang-orang lain yaitu, kapasitas untuk keintiman dan kapasitas untuk perasaan terharu.
Orang yang sehat secara psikologis mampu memperlihatkan keintiman (cinta) terhadap orang tua, anak, partner, dan teman akrab. Syarat lain bagi kapasitas untuk keintiman ialah suatu perasaan identitas diri yang berkembang dengan baik.
Hubungan cinta dari orang-orang yang neurotis dengan hubungan cinta dari kepribadian-kepribadian yang sehat mempunyai perbedaan. Orang yang neurotis harus menerima cinta jauh lebih banyak dari pada kemampuan mereka untuk memberinya. Cinta dari orang yang sehat adalah tanpa syarat, tidak melumpuhkan atau mengikat.
Tipe kehangatan yang kedua, perasaan terharu adalah suatu pemahaman tentang kondisi dasar perasaan kekeluargaan dengan semua bangsa. Orang yang sehat memiliki kapasitas untuk memahami kesakitan-kesakitan, penderitaan-penderitaan, dan kegagalan-kegagalan yang merupakan ciri kehidupan manusia. Orang yang matang sabar terhadap tingkah laku orang-orang lain dan tidak mengadili atau menghukumnya. Orang yang sehat mengakui kelemahan manusia dan mengetahui bahwa dia memiliki kelemahan yang sama. Akan tetapi orang neurotis tidak sabar dan tidak mampu memahami sifat universal dari pengalaman-pengalaman dasar manusia.
3. Keamanan emosional
Kualitas utama dari kepribadian yang sehat adalah penerimaan diri. Kepribadian yang sehat menerima semua segi yang ada dari mereka, termasuk kelemahan dan kekurangan secara pasif pada kelemahan dan kekurangan tersebut, mereka juga mampu menerima emosi-emosi manusia dan tidak bersembunyi dari emosi itu, dan mengontrol emosi-emosi mereka sehingga emosi ini tidak mengganggu aktivitas antar pribadi. Akan tetapi orang neurotis menyerah pada emosi apa saja yang dominan pada saat itu. Berkali-kali memperlihatkan kemarahan atau kebencian walaupun perasaan ini mungkin tidak tepat.
Orang yang sehat mampu hidup dengan inti dan segi-segi lain dalam kodrat manusia, dengan sedikit konflik dalam diri mereka atau dengan masyarakat. Kualitas lain dari keamanan emosional ialah “sabar terhadap kekecewaan”. Hal ini menunjukan bagaimana seseorang bereaksi terhadap tekanan dan hambatan dari kemauan dan keinginan. Orang yang sehat sabar menghadapi kemunduran, mereka tidak menyerahkan diri pada kekecewaan, tetapi mampu memikirkan cara yang berbeda dan tidak bebas dari perasaan-perasaan tidak aman dan ketakutan-ketakutan, tetapi mereka merasa kurang terancam dan dapat menanggulangi perasaan tersebut dengan lebih baik dari pada orang yang neurotis.
4. Persepsi Realistis
Orang yang sehat memandang dunia mereka secara objektif. Sebaliknya, orang yang neurotis kerap kali harus mengubah realitas supaya membuatnya sesuai dengan keinginan-keinginan, kebutuhan-kebutuhan dan ketakutan-ketakutan mereka sendiri. Mereka tidak perlu percaya bahwa orang lain atau situasi semuanya jahat atau baik menurut suatu prasangka pribadi terhadap realitas. Mereka menerima realitas sebagaimana adanya.
5. Ketrampilan-ketrampilan dan Tugas-tugas
Allport menekankan pentingnya pekerjaan dan perlunya meneggelamkan diri sendiri didalamnya. Keberhasilan dalam pekerjaan menunjukan perkembangan ketrampilan dan bakat tertentu (suatu tingkat kemampuan). Allport juga mengemukakan ada kemungkinan bahwa orang-orang yang memiliki ketrampilan menjadi neurotis. Akan tetapi tidak mungkin menemukan orang yang sehat dan matang yang tidak mengarahkan ketrampilan mereka pada pekerjaan mereka.
Komitmen dalam orang sehat begitu kuat sehingga mereka sanggup menenggelamkan semua pertahanan yang berhubungan dengan ego dan dorongan (seperti kebanggaan) ketika mereka terbenam dalam pekerjaan mereka. Pekerjaan ini ada hubungannya dengan tanggung jawab dan kelangsungan hidup yang positif. Pekerjaan dan tanggung jawab memberikan arti dan perasaan kontinuitas untuk hidup. Tidak mungkin mencapai kematangan dan kesahatan psikologis yang positif tanpa melakukan pekerjaan yang penting dan melakukannya dengan dedikasi, komitmen, dan keterampilan-keterampilan.
6. Pemahaman Diri
Usaha untuk mengetahui diri secara objektif mulai pada awal kehidupan dan tidak akan pernah berhenti tetapi ada kemungkinan mencapai suatu tingkat pemahaman diri tertentu yang berguna dalam setiap usia. Orang yang memiliki suatu tingkat pemahaman diri yang tinggi atau wawasan diri tidak mungkin memproyeksikan kualitas-kualitas pribadinya yang negative kepada orang lain. Orang yang memiliki wawasan diri yang lebih baik adalah lebih cerdas dari pada orang yang memiliki wawasan diri yang kurang.
DAFTAR PUSTAKA
Shultz, Duane. 1991. Pertumbuhan Model-Model Kepribadian Sehat. Yogyakarta : Kanisius
Siswanto, S.Psi . 2007. Kesehatan Mental .Yogyakarta : Andi
teori perkembangan menurut Erick Erikson dan Sigmund Freud
Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund Freud, Erikson mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia; satu hal yang tidak dilakukan oleh Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran manusia, teori Erikson yang membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap lebih realistis.
1. Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)
Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis.
Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 1 ½ tahun. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan. Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis pada bayi terpuaskan, misalnya untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan dengan nyaman dan tepat waktu, serta dapat membuang kotoron (eliminsi) dengan sepuasnya. Oleh sebab itu, pada tahap ini ibu memiliki peranan yang secara kwalitatif sangat menentukan perkembangan kepribadian anaknya yang masih kecil. Apabila seorang ibu bisa memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi dan kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi itu akan mengembangkan perasaan dengan menganggap dunia khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman untuk didiami, bahwa orang-orang yang ada didalamnya
2. Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu
Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan autonomy – shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam mengasuh anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan mengalami sikap malu dan ragu-ragu. Dengan kata lain, ketika orang tua dalam mengasuh anaknya sangat memperhatikan anaknya dalam aspek-aspek tertentu misalnya mengizinkan seorang anak yang menginjak usia balita untuk dapat mengeksplorasikan dan mengubah lingkungannya, anak tersebut akan bisa mengembangkan rasa mandiri atau ketidaktergantungan. Pada usia ini menurut Erikson bayi mulai belajar untuk mengontrol tubuhnya, sehingga melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau perjuangan anak terhadap pengalaman-pengalaman baru yang berorientasi pada suatu tindakan/kegiatan yang dapat menyebabkan adanya sikap untuk mengontrol diri sendiri dan juga untuk menerima control dari orang lain. Misalnya, saat anak belajar berjalan, memegang tangan orang lain, memeluk, maupun untuk menyentuh benda-benda lain.
3. Inisiatif vs Kesalahan
Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative – guilty. Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.
Tahap ketiga ini juga dikatakan sebagai tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan. Masa-masa bermain merupakan masa di mana seorang anak ingin belajar dan mampu belajar terhadap tantangan dunia luar, serta mempelajari kemampuan-kemampuan baru juga merasa memiliki tujuan. Dikarenakan sikap inisiatif merupakan usaha untuk menjadikan sesuatu yang belum nyata menjadi nyata, sehingga pada usia ini orang tua dapat mengasuh anaknya dengan cara mendorong anak untuk mewujudkan gagasan dan ide-idenya. Akan tetapi, semuanya akan terbalik apabila tujuan dari anak pada masa genital ini mengalami hambatan karena dapat mengembangkan suatu sifat yang berdampak kurang baik bagi dirinya yaitu merasa berdosa dan pada klimaksnya mereka seringkali akan merasa bersalah atau malah akan mengembangkan sikap menyalahkan diri sendiri atas apa yang mereka rasakan dan lakukan.
orang lain menjadi terhambat. Peristiwa ini biasanya dikenal dengan istilah formalism.
5. Identitas vs Kekacauan Identitas
Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa Remaja (adolescence) ditandai adanya kecenderungan identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitasdiri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing anggota
Pencapaian identitas pribadi dan menghindari peran ganda merupakan bagian dari tugas yang harus dilakukan dalam tahap ini. Menurut Erikson masa ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting, karena melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam pengertiannya identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara seseorang terjun ke tengah masyarakat. Lingkungan dalam tahap ini semakin luas tidak hanya berada dalam area keluarga, sekolah namun dengan masyarakat yang ada dalam lingkungannya. Masa pubertas terjadi pada tahap ini, kalau pada tahap sebelumnya seseorang dapat menapakinya dengan baik maka segenap identifikasi di masa kanak-kanak diintrogasikan dengan peranan sosial secara aku, sehingga pada tahap ini mereka sudah dapat melihat dan mengembangkan suatu sikap yang baik dalam segi kecocokan antara isi dan dirinya bagi orang lain, selain itu juga anak pada jenjang ini dapat merasakan bahwa mereka sudah menjadi bagian dalam kehidupan orang lain. Semuanya itu terjadi karena mereka sudah dapat menemukan siapakah dirinya. Identitas ego merupakan kulminasi nilai-nilai ego sebelumnya yang merupakan ego sintesis. Dalam arti kata yang lain pencarian identitas ego telah dijalani sejak berada dalam tahap pertama/bayi sampai seseorang berada pada tahap terakhir/tua. Oleh karena itu, salah satu point yang perlu diperhatikan yaitu apabila tahap-tahap sebelumnya berjalan kurang lancar atau tidak berlangsung secara baik, disebabkan anak tidak mengetahui dan memahami siapa dirinya yang sebenarnya ditengah-tengah pergaulan dan struktur sosialnya, inilah yang disebut dengan identity confusion atau kekacauan identitas.
6. Keintiman vs Isolasi
Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu akan memasuki jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-30 tahun. Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan intimacy – isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
7. Generativitas vs Stagnasi
Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh orang-orang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. Masa Dewasa (Adulthood) ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation. Sesuai dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk mengerjakan atau mencapai hal– hal tertentu ia mengalami hambatan.
Apabila pada tahap pertama sampai dengan tahap ke enam terdapat tugas untuk dicapai, demikian pula pada masa ini dan salah satu tugas untuk dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi). Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang dapat digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap siapapun.
8. Integritas vs Keputusasaan
Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang diduduki oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Masa hari tua (Senescence) ditandai adanya kecenderungan ego integrity – despair. Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya
Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap ini berarti sudah cukup berhasil melewati tahap-tahap sebelumnya dan yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas dan berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan. Tahap ini merupakan tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari lingkungan kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak dapat berbuat apa-apa lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam diri orang yang berada pada tahap paling tinggi dalam teori Erikson terdapat integritas yang memiliki arti tersendiri yakni menerima hidup dan oleh karena itu juga berarti menerima akhir dari hidup itu sendiri. Namun, sikap ini akan bertolak belakang jika didalam diri mereka tidak terdapat integritas yang mana sikap terhadap datangnya kecemasan akan terlihat. Kecenderungan terjadinya integritas lebih kuat dibandingkan dengan kecemasan dapat menyebabkan maladaptif yang biasa disebut Erikson berandai-andai, sementara mereka tidak mau menghadapi kesulitan dan kenyataan di masa tua. Sebaliknya, jika kecenderungan kecemasan lebih kuat dibandingkan dengan integritas maupun secara malignansi yang disebut dengan sikap menggerutu, yang diartikan Erikson sebagai sikap sumaph serapah dan menyesali kehidupan sendiri. Oleh karena itu, keseimbangan antara integritas dan kecemasan itulah yang ingin dicapai dalam masa usia senja guna memperoleh suatu sikap kebijaksanaan.
Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu teori yang paling terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling kontroversial. Freud percaya kepribadian yang berkembang melalui serangkaian tahapan masa kanak-kanak di mana mencari kesenangan-energi dari id menjadi fokus pada area sensitif seksual tertentu. Energi psikoseksual, atau libido , digambarkan sebagai kekuatan pendorong di belakang perilaku.
Menurut Sigmund Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia lima tahun. Awal perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan terus mempengaruhi perilaku di kemudian hari.
Jika tahap-tahap psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya adalah kepribadian yang sehat. Jika masalah tertentu tidak diselesaikan pada tahap yang tepat, fiksasi dapat terjadi. fiksasi adalah fokus yang gigih pada tahap awal psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan, individu akan tetap “terjebak” dalam tahap ini. Misalnya, seseorang yang terpaku pada tahap oral mungkin terlalu bergantung pada orang lain dan dapat mencari rangsangan oral melalui merokok, minum, atau makan.
Tahap Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud
1. Fase Oral
Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting untuk makan, dan bayi berasal kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan mengisap. Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang bertanggung jawab untuk memberi makan anak), bayi juga mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi oral.
Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus menjadi kurang bergantung pada para pengasuh. Jika fiksasi terjadi pada tahap ini, Freud percaya individu akan memiliki masalah dengan ketergantungan atau agresi. fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah dengan minum, merokok makan, atau menggigit kuku.
2. Fase Anal
Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet – anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.
Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara di mana orang tua pendekatan pelatihan toilet. Orang tua yang memanfaatkan pujian dan penghargaan untuk menggunakan toilet pada saat yang tepat mendorong hasil positif dan membantu anak-anak merasa mampu dan produktif. Freud percaya bahwa pengalaman positif selama tahap ini menjabat sebagai dasar orang untuk menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan kreatif.
Namun, tidak semua orang tua memberikan dukungan dan dorongan bahwa anak-anak perlukan selama tahap ini. Beberapa orang tua ‘bukan menghukum, mengejek atau malu seorang anak untuk kecelakaan. Menurut Freud, respon orangtua tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil negatif. Jika orangtua mengambil pendekatan yang terlalu longgar, Freud menyarankan bahwa-yg mengusir kepribadian dubur dapat berkembang di mana individu memiliki, boros atau merusak kepribadian berantakan. Jika orang tua terlalu ketat atau mulai toilet training terlalu dini, Freud percaya bahwa kepribadian kuat-analberkembang di mana individu tersebut ketat, tertib, kaku dan obsesif.
3. Fase Phalic
Pada tahap phallic , fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-anak juga menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa anak laki-laki mulai melihat ayah mereka sebagai saingan untuk ibu kasih sayang itu. Kompleks Oedipusmenggambarkan perasaan ini ingin memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan ayah.Namun, anak juga kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah untuk perasaan ini, takut Freud disebut pengebirian kecemasan.
Istilah Electra kompleks telah digunakan untuk menggambarkan satu set sama perasaan yang dialami oleh gadis-gadis muda. Freud, bagaimanapun, percaya bahwa gadis-gadis bukan iri pengalaman penis.
Akhirnya, anak menyadari mulai mengidentifikasi dengan induk yang sama-seks sebagai alat vicariously memiliki orang tua lainnya. Untuk anak perempuan, Namun, Freud percaya bahwa penis iri tidak pernah sepenuhnya terselesaikan dan bahwa semua wanita tetap agak terpaku pada tahap ini. Psikolog seperti Karen Horney sengketa teori ini, menyebutnya baik tidak akurat dan merendahkan perempuan. Sebaliknya, Horney mengusulkan bahwa laki-laki mengalami perasaan rendah diri karena mereka tidak bisa melahirkan anak-anak.
4. Fase Latent
Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan kepercayaan diri.
Freud menggambarkan fase latens sebagai salah satu yang relatif stabil. Tidak ada organisasi baru seksualitas berkembang, dan dia tidak membayar banyak perhatian untuk itu. Untuk alasan ini, fase ini tidak selalu disebutkan dalam deskripsi teori sebagai salah satu tahap, tetapi sebagai suatu periode terpisah.
5. Fase Genital
Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan minat seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal fokus hanya pada kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini. Jika tahap lainnya telah selesai dengan sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.
Daftar pustaka
A.Supratiknya. 1993. Psikologi Kepribadian. Yogyakarta : Kanisius
Suryabrata, Sumadi. 1983.Psikologi Kepribadian. Jakarta : Raja Grafindo Persada
1. Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)
Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis.
Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 1 ½ tahun. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan. Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis pada bayi terpuaskan, misalnya untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan dengan nyaman dan tepat waktu, serta dapat membuang kotoron (eliminsi) dengan sepuasnya. Oleh sebab itu, pada tahap ini ibu memiliki peranan yang secara kwalitatif sangat menentukan perkembangan kepribadian anaknya yang masih kecil. Apabila seorang ibu bisa memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi dan kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi itu akan mengembangkan perasaan dengan menganggap dunia khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman untuk didiami, bahwa orang-orang yang ada didalamnya
2. Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu
Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan autonomy – shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam mengasuh anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan mengalami sikap malu dan ragu-ragu. Dengan kata lain, ketika orang tua dalam mengasuh anaknya sangat memperhatikan anaknya dalam aspek-aspek tertentu misalnya mengizinkan seorang anak yang menginjak usia balita untuk dapat mengeksplorasikan dan mengubah lingkungannya, anak tersebut akan bisa mengembangkan rasa mandiri atau ketidaktergantungan. Pada usia ini menurut Erikson bayi mulai belajar untuk mengontrol tubuhnya, sehingga melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau perjuangan anak terhadap pengalaman-pengalaman baru yang berorientasi pada suatu tindakan/kegiatan yang dapat menyebabkan adanya sikap untuk mengontrol diri sendiri dan juga untuk menerima control dari orang lain. Misalnya, saat anak belajar berjalan, memegang tangan orang lain, memeluk, maupun untuk menyentuh benda-benda lain.
3. Inisiatif vs Kesalahan
Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative – guilty. Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.
Tahap ketiga ini juga dikatakan sebagai tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan. Masa-masa bermain merupakan masa di mana seorang anak ingin belajar dan mampu belajar terhadap tantangan dunia luar, serta mempelajari kemampuan-kemampuan baru juga merasa memiliki tujuan. Dikarenakan sikap inisiatif merupakan usaha untuk menjadikan sesuatu yang belum nyata menjadi nyata, sehingga pada usia ini orang tua dapat mengasuh anaknya dengan cara mendorong anak untuk mewujudkan gagasan dan ide-idenya. Akan tetapi, semuanya akan terbalik apabila tujuan dari anak pada masa genital ini mengalami hambatan karena dapat mengembangkan suatu sifat yang berdampak kurang baik bagi dirinya yaitu merasa berdosa dan pada klimaksnya mereka seringkali akan merasa bersalah atau malah akan mengembangkan sikap menyalahkan diri sendiri atas apa yang mereka rasakan dan lakukan.
orang lain menjadi terhambat. Peristiwa ini biasanya dikenal dengan istilah formalism.
5. Identitas vs Kekacauan Identitas
Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa Remaja (adolescence) ditandai adanya kecenderungan identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitasdiri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing anggota
Pencapaian identitas pribadi dan menghindari peran ganda merupakan bagian dari tugas yang harus dilakukan dalam tahap ini. Menurut Erikson masa ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting, karena melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam pengertiannya identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara seseorang terjun ke tengah masyarakat. Lingkungan dalam tahap ini semakin luas tidak hanya berada dalam area keluarga, sekolah namun dengan masyarakat yang ada dalam lingkungannya. Masa pubertas terjadi pada tahap ini, kalau pada tahap sebelumnya seseorang dapat menapakinya dengan baik maka segenap identifikasi di masa kanak-kanak diintrogasikan dengan peranan sosial secara aku, sehingga pada tahap ini mereka sudah dapat melihat dan mengembangkan suatu sikap yang baik dalam segi kecocokan antara isi dan dirinya bagi orang lain, selain itu juga anak pada jenjang ini dapat merasakan bahwa mereka sudah menjadi bagian dalam kehidupan orang lain. Semuanya itu terjadi karena mereka sudah dapat menemukan siapakah dirinya. Identitas ego merupakan kulminasi nilai-nilai ego sebelumnya yang merupakan ego sintesis. Dalam arti kata yang lain pencarian identitas ego telah dijalani sejak berada dalam tahap pertama/bayi sampai seseorang berada pada tahap terakhir/tua. Oleh karena itu, salah satu point yang perlu diperhatikan yaitu apabila tahap-tahap sebelumnya berjalan kurang lancar atau tidak berlangsung secara baik, disebabkan anak tidak mengetahui dan memahami siapa dirinya yang sebenarnya ditengah-tengah pergaulan dan struktur sosialnya, inilah yang disebut dengan identity confusion atau kekacauan identitas.
6. Keintiman vs Isolasi
Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu akan memasuki jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-30 tahun. Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan intimacy – isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
7. Generativitas vs Stagnasi
Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh orang-orang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. Masa Dewasa (Adulthood) ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation. Sesuai dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk mengerjakan atau mencapai hal– hal tertentu ia mengalami hambatan.
Apabila pada tahap pertama sampai dengan tahap ke enam terdapat tugas untuk dicapai, demikian pula pada masa ini dan salah satu tugas untuk dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi). Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang dapat digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap siapapun.
8. Integritas vs Keputusasaan
Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang diduduki oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Masa hari tua (Senescence) ditandai adanya kecenderungan ego integrity – despair. Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya
Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap ini berarti sudah cukup berhasil melewati tahap-tahap sebelumnya dan yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas dan berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan. Tahap ini merupakan tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari lingkungan kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak dapat berbuat apa-apa lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam diri orang yang berada pada tahap paling tinggi dalam teori Erikson terdapat integritas yang memiliki arti tersendiri yakni menerima hidup dan oleh karena itu juga berarti menerima akhir dari hidup itu sendiri. Namun, sikap ini akan bertolak belakang jika didalam diri mereka tidak terdapat integritas yang mana sikap terhadap datangnya kecemasan akan terlihat. Kecenderungan terjadinya integritas lebih kuat dibandingkan dengan kecemasan dapat menyebabkan maladaptif yang biasa disebut Erikson berandai-andai, sementara mereka tidak mau menghadapi kesulitan dan kenyataan di masa tua. Sebaliknya, jika kecenderungan kecemasan lebih kuat dibandingkan dengan integritas maupun secara malignansi yang disebut dengan sikap menggerutu, yang diartikan Erikson sebagai sikap sumaph serapah dan menyesali kehidupan sendiri. Oleh karena itu, keseimbangan antara integritas dan kecemasan itulah yang ingin dicapai dalam masa usia senja guna memperoleh suatu sikap kebijaksanaan.
Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu teori yang paling terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling kontroversial. Freud percaya kepribadian yang berkembang melalui serangkaian tahapan masa kanak-kanak di mana mencari kesenangan-energi dari id menjadi fokus pada area sensitif seksual tertentu. Energi psikoseksual, atau libido , digambarkan sebagai kekuatan pendorong di belakang perilaku.
Menurut Sigmund Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia lima tahun. Awal perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan terus mempengaruhi perilaku di kemudian hari.
Jika tahap-tahap psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya adalah kepribadian yang sehat. Jika masalah tertentu tidak diselesaikan pada tahap yang tepat, fiksasi dapat terjadi. fiksasi adalah fokus yang gigih pada tahap awal psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan, individu akan tetap “terjebak” dalam tahap ini. Misalnya, seseorang yang terpaku pada tahap oral mungkin terlalu bergantung pada orang lain dan dapat mencari rangsangan oral melalui merokok, minum, atau makan.
Tahap Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud
1. Fase Oral
Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting untuk makan, dan bayi berasal kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan mengisap. Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang bertanggung jawab untuk memberi makan anak), bayi juga mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi oral.
Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus menjadi kurang bergantung pada para pengasuh. Jika fiksasi terjadi pada tahap ini, Freud percaya individu akan memiliki masalah dengan ketergantungan atau agresi. fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah dengan minum, merokok makan, atau menggigit kuku.
2. Fase Anal
Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet – anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.
Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara di mana orang tua pendekatan pelatihan toilet. Orang tua yang memanfaatkan pujian dan penghargaan untuk menggunakan toilet pada saat yang tepat mendorong hasil positif dan membantu anak-anak merasa mampu dan produktif. Freud percaya bahwa pengalaman positif selama tahap ini menjabat sebagai dasar orang untuk menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan kreatif.
Namun, tidak semua orang tua memberikan dukungan dan dorongan bahwa anak-anak perlukan selama tahap ini. Beberapa orang tua ‘bukan menghukum, mengejek atau malu seorang anak untuk kecelakaan. Menurut Freud, respon orangtua tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil negatif. Jika orangtua mengambil pendekatan yang terlalu longgar, Freud menyarankan bahwa-yg mengusir kepribadian dubur dapat berkembang di mana individu memiliki, boros atau merusak kepribadian berantakan. Jika orang tua terlalu ketat atau mulai toilet training terlalu dini, Freud percaya bahwa kepribadian kuat-analberkembang di mana individu tersebut ketat, tertib, kaku dan obsesif.
3. Fase Phalic
Pada tahap phallic , fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-anak juga menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa anak laki-laki mulai melihat ayah mereka sebagai saingan untuk ibu kasih sayang itu. Kompleks Oedipusmenggambarkan perasaan ini ingin memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan ayah.Namun, anak juga kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah untuk perasaan ini, takut Freud disebut pengebirian kecemasan.
Istilah Electra kompleks telah digunakan untuk menggambarkan satu set sama perasaan yang dialami oleh gadis-gadis muda. Freud, bagaimanapun, percaya bahwa gadis-gadis bukan iri pengalaman penis.
Akhirnya, anak menyadari mulai mengidentifikasi dengan induk yang sama-seks sebagai alat vicariously memiliki orang tua lainnya. Untuk anak perempuan, Namun, Freud percaya bahwa penis iri tidak pernah sepenuhnya terselesaikan dan bahwa semua wanita tetap agak terpaku pada tahap ini. Psikolog seperti Karen Horney sengketa teori ini, menyebutnya baik tidak akurat dan merendahkan perempuan. Sebaliknya, Horney mengusulkan bahwa laki-laki mengalami perasaan rendah diri karena mereka tidak bisa melahirkan anak-anak.
4. Fase Latent
Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan kepercayaan diri.
Freud menggambarkan fase latens sebagai salah satu yang relatif stabil. Tidak ada organisasi baru seksualitas berkembang, dan dia tidak membayar banyak perhatian untuk itu. Untuk alasan ini, fase ini tidak selalu disebutkan dalam deskripsi teori sebagai salah satu tahap, tetapi sebagai suatu periode terpisah.
5. Fase Genital
Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan minat seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal fokus hanya pada kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini. Jika tahap lainnya telah selesai dengan sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.
Daftar pustaka
A.Supratiknya. 1993. Psikologi Kepribadian. Yogyakarta : Kanisius
Suryabrata, Sumadi. 1983.Psikologi Kepribadian. Jakarta : Raja Grafindo Persada
sejarah kesehatan mental
sedikit saya akan menjelaskan bagaimanatentang sejarah kesehatan mental .. bagaimanasii jlannya kesehatan mental ituu??????
Setelah Perang Dunia II, perhatian masyarakat mengenai kesehatan jiwa semakin bertambah. Kesehatan mental bukan suatu hal yang baru bagi peradaban manusia. Pepatah Yunani tentang mens sana in confore sano merupakan satu indikasi bahwa masyarakat di zaman sebelum masehi pun sudah memperhatikan betapa pentingnya aspek kesehatan mental.
Yang tercatat dalam sejarah ilmu, khususnya di bidang kesehatan mental, kita dapat memahami bahwa gangguan mental itu telah terjadi sejak awal peradaban manusia dan sekaligus telah ada upaya-upaya mengatasinya sejalan dengan peradaban. Untuk lebih lanjutnya, berikut dikemukakan secara singkat tentang sejarah perkembangan kesehatan mental.
1. Kesehatan itu sendiri adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan Mental yaitu gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera). Penyakit mental ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita (dan keluarganya).
Jika kedua difinisi tersebut digabungkan kesehatan mental yaitu dimana seseorang sanggup menikmati hidup ini, bisa diterima dikalangan masyarakat, menerimanya dan sanggup bersosialisasi terhadap lingkungan sekitarnya.
Jika dilihat dari sejarah perkembangan kesehatan mental semakin lama mengalamai perubahan setelah Perang Dunia II, perhatian masyarakat mengenai kesehatan jiwa semakin bertambah. Kesehatan mental bukan suatu hal yang baru bagi peradaban manusia gangguan mental itu telah terjadi sejak awal peradaban manusia dan sekaligus telah ada upaya-upaya mengatasinya sejalan dengan peradaban.
seperti ilmu psikologi yang mempelajari hidup kejiwaan manusia, dan memiliki usia sejak adanya manusia di dunia tidak berbeda dengan kesehatan mental hanya saja masalah dan cara penagannya berbeda pada saat itu.
Jaman dulu banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai penyakit mental, ada yang percaya bahwa penyakit mental disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena pengidap penyakit jiwa tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat sehingga para penderita penyakit mental dimasukkan dalam penjara-penjara di bawah tanah atau dihukum dan diikat dengan rantai besi.
Namun seiring jaman yang semakin maju dan perkembangan ilmu pengetahuan Philippe Pinel di Perancis dan William Tuke dari Inggris, mengadakan perbaikan dalam menanggulangi orang-orang yang terganggu mentalnya ini. Lalu mereka dikenal dengan masa masa pra ilmiah karena hanya usaha dan praksis yang mereka lakukan tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan.
Dan selanjutnya adalah masa ilmiah, dimana tidak hanya praksis yang dilakukan tetapi berbagai teori mengenai kesehatan mental dikemukakan.
Dan banyak tokoh mengenai perkembangan sejarah kesehatan mental seperti :
1. Dorothea Dix merupakan seorang pionir wanita dalam usaha-usaha kemanusiaan berasal dari Amerika.
2. Clifford Whittingham Beers (1876-1943). karena Beers pernah sakit mental dan dirawat selama dua tahun dalam beberapa rumah sakit jiwa. Ia mengalami sendiri betapa kejam dan kerasnya perlakuan saat di rumah sakit jiwa.
Serta beers menulis buku yang berjudul ”A Mind That Found Itself”
melontarkan tuduhan-tuduhan terhadap tindakan-tindakan kejam dan tidak berperi kemanusiaan, Beers menyarankan program-program perbaikan yang definitif pada cara pemeliharaan dan cara penyembuhan bagi penderita gangguan mental dan menyusun suatu program yang beriisikan :
1. Perbaikan dalam metode pemeliharaan dan penyembuhan para penderita mental.
2. Kampanye memberikan informasi-informasi agar orang mau bersikap lebih inteligen dan lebih human atau berperikemanusiaan terhadap para penderita penyakit emosi dan mental.
3. Memperbanyak riset untuk menyelidiki sebab-musabab timbulnya penyakit mental dan mengembangkan terapi penyembuhannya.
4. Memperbesar usaha-usaha edukatif dan penerangan guna mencegah timbulnya penyakit mental dan gangguan-gangguan emosi.
Para psikolog besar sangat terkesan oleh Beers termasuk William James dan Adolf Meyer. Pada akhirnya Adolf Meyer menyarankan agar ”Mental Hygiene” dipopulerkan sebagai satu gerakan kemanusiaan. Dan pada tahun 1908 terbentuklah organisasi Connectitude Society for Mental Hygiene. Lalu pada tahun 1909 berdirilah The National Committee for Mental Hygiene, dimana Beers sendiri duduk di dalamnya hingga akhir hayatnya.
Dasar dan Tujuan Mempelajari Kesehatan Mental
Ketenangan hidup, ketentraman jiwa atau kebahagiaan batin, tidak tergantung kepada faktor-faktor luar seperti keadaan sosial, ekonomi, politik, adat kebiasaan dsb. akan tetapi lebih tergantung dari cara dan sikap menghadapi faktor-faktor tersebut.
Serta pemahaman terhadap kesehatan mental itu sendiri yaitu untuk memestikan akan pengetahuan tentang konsep dasar kesehatan mental, yaitu motivasi (motivation), pertarungan psikologikal (psychologgical conflict), kerisauan (anciety), dan cara membela diri.
Mempelajari kesehatan pada berbagai ilmu itu pada prinsipnya bertujuan sebagai berikut:
1. Memahami makna kesehatan mental dan faktor-faktor penyebabnya.
2. Memahami pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penanganan kesehatan mental.
3. Memiliki kemampuan dasar dalam usaha peningkatan dan pencegahan kesehatan mental masayarakat.
4. Meningkatkan kesehatan mental masyarakat dan mengurangi timbulnya gangguan mental masyarakat.
Daftar pustaka
Siswanto, S.Psi . 2007. Kesehatan Mental .Yogyakarta : Andi
Semiun, Yustinus . 2006 . Kesehatan Mental . Yogyakarta : Kanisius
Setelah Perang Dunia II, perhatian masyarakat mengenai kesehatan jiwa semakin bertambah. Kesehatan mental bukan suatu hal yang baru bagi peradaban manusia. Pepatah Yunani tentang mens sana in confore sano merupakan satu indikasi bahwa masyarakat di zaman sebelum masehi pun sudah memperhatikan betapa pentingnya aspek kesehatan mental.
Yang tercatat dalam sejarah ilmu, khususnya di bidang kesehatan mental, kita dapat memahami bahwa gangguan mental itu telah terjadi sejak awal peradaban manusia dan sekaligus telah ada upaya-upaya mengatasinya sejalan dengan peradaban. Untuk lebih lanjutnya, berikut dikemukakan secara singkat tentang sejarah perkembangan kesehatan mental.
1. Kesehatan itu sendiri adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan Mental yaitu gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera). Penyakit mental ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita (dan keluarganya).
Jika kedua difinisi tersebut digabungkan kesehatan mental yaitu dimana seseorang sanggup menikmati hidup ini, bisa diterima dikalangan masyarakat, menerimanya dan sanggup bersosialisasi terhadap lingkungan sekitarnya.
Jika dilihat dari sejarah perkembangan kesehatan mental semakin lama mengalamai perubahan setelah Perang Dunia II, perhatian masyarakat mengenai kesehatan jiwa semakin bertambah. Kesehatan mental bukan suatu hal yang baru bagi peradaban manusia gangguan mental itu telah terjadi sejak awal peradaban manusia dan sekaligus telah ada upaya-upaya mengatasinya sejalan dengan peradaban.
seperti ilmu psikologi yang mempelajari hidup kejiwaan manusia, dan memiliki usia sejak adanya manusia di dunia tidak berbeda dengan kesehatan mental hanya saja masalah dan cara penagannya berbeda pada saat itu.
Jaman dulu banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai penyakit mental, ada yang percaya bahwa penyakit mental disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena pengidap penyakit jiwa tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat sehingga para penderita penyakit mental dimasukkan dalam penjara-penjara di bawah tanah atau dihukum dan diikat dengan rantai besi.
Namun seiring jaman yang semakin maju dan perkembangan ilmu pengetahuan Philippe Pinel di Perancis dan William Tuke dari Inggris, mengadakan perbaikan dalam menanggulangi orang-orang yang terganggu mentalnya ini. Lalu mereka dikenal dengan masa masa pra ilmiah karena hanya usaha dan praksis yang mereka lakukan tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan.
Dan selanjutnya adalah masa ilmiah, dimana tidak hanya praksis yang dilakukan tetapi berbagai teori mengenai kesehatan mental dikemukakan.
Dan banyak tokoh mengenai perkembangan sejarah kesehatan mental seperti :
1. Dorothea Dix merupakan seorang pionir wanita dalam usaha-usaha kemanusiaan berasal dari Amerika.
2. Clifford Whittingham Beers (1876-1943). karena Beers pernah sakit mental dan dirawat selama dua tahun dalam beberapa rumah sakit jiwa. Ia mengalami sendiri betapa kejam dan kerasnya perlakuan saat di rumah sakit jiwa.
Serta beers menulis buku yang berjudul ”A Mind That Found Itself”
melontarkan tuduhan-tuduhan terhadap tindakan-tindakan kejam dan tidak berperi kemanusiaan, Beers menyarankan program-program perbaikan yang definitif pada cara pemeliharaan dan cara penyembuhan bagi penderita gangguan mental dan menyusun suatu program yang beriisikan :
1. Perbaikan dalam metode pemeliharaan dan penyembuhan para penderita mental.
2. Kampanye memberikan informasi-informasi agar orang mau bersikap lebih inteligen dan lebih human atau berperikemanusiaan terhadap para penderita penyakit emosi dan mental.
3. Memperbanyak riset untuk menyelidiki sebab-musabab timbulnya penyakit mental dan mengembangkan terapi penyembuhannya.
4. Memperbesar usaha-usaha edukatif dan penerangan guna mencegah timbulnya penyakit mental dan gangguan-gangguan emosi.
Para psikolog besar sangat terkesan oleh Beers termasuk William James dan Adolf Meyer. Pada akhirnya Adolf Meyer menyarankan agar ”Mental Hygiene” dipopulerkan sebagai satu gerakan kemanusiaan. Dan pada tahun 1908 terbentuklah organisasi Connectitude Society for Mental Hygiene. Lalu pada tahun 1909 berdirilah The National Committee for Mental Hygiene, dimana Beers sendiri duduk di dalamnya hingga akhir hayatnya.
Dasar dan Tujuan Mempelajari Kesehatan Mental
Ketenangan hidup, ketentraman jiwa atau kebahagiaan batin, tidak tergantung kepada faktor-faktor luar seperti keadaan sosial, ekonomi, politik, adat kebiasaan dsb. akan tetapi lebih tergantung dari cara dan sikap menghadapi faktor-faktor tersebut.
Serta pemahaman terhadap kesehatan mental itu sendiri yaitu untuk memestikan akan pengetahuan tentang konsep dasar kesehatan mental, yaitu motivasi (motivation), pertarungan psikologikal (psychologgical conflict), kerisauan (anciety), dan cara membela diri.
Mempelajari kesehatan pada berbagai ilmu itu pada prinsipnya bertujuan sebagai berikut:
1. Memahami makna kesehatan mental dan faktor-faktor penyebabnya.
2. Memahami pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penanganan kesehatan mental.
3. Memiliki kemampuan dasar dalam usaha peningkatan dan pencegahan kesehatan mental masayarakat.
4. Meningkatkan kesehatan mental masyarakat dan mengurangi timbulnya gangguan mental masyarakat.
Daftar pustaka
Siswanto, S.Psi . 2007. Kesehatan Mental .Yogyakarta : Andi
Semiun, Yustinus . 2006 . Kesehatan Mental . Yogyakarta : Kanisius
Langganan:
Postingan (Atom)